TERNATE – Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku Utara merilis data mengenai perbaikan Gini Ratio dan penurunan angka kemiskinan di provinsi ini. Gini Ratio tercatat pada angka 0,31, turun signifikan dari 0,41 pada November 2023. Menurut Dr. Mukhtar Adam, Dosen Ekonomi Universitas Khairun Ternate, hal ini mencerminkan perbaikan dalam ketimpangan pendapatan, dengan pendapatan masyarakat di Maluku Utara semakin merata.
Selain itu, angka kemiskinan pada September 2023 juga menurun dari 82,45 ribu jiwa menjadi 79,69 ribu jiwa. Garis kemiskinan tercatat sebesar Rp 604.304 per kapita per bulan, dengan mayoritas penduduk miskin tinggal di desa-desa dan 57 pulau kecil yang dikategorikan sebagai wilayah miskin.
Dr. Mukhtar Adam menilai bahwa tren ini menunjukkan perkembangan positif bagi pembangunan daerah, tetapi ia menekankan pentingnya pendalaman data BPS untuk memahami lebih jauh penyebab dan dampaknya.
Dr. Mukhtar Adam juga menjelaskan beberapa fenomena ekonomi yang berkontribusi terhadap perbaikan indikator ekonomi di Maluku Utara, yakni adanya perusahan yang membeli kelapa petani dengan harga yang cukup menjanjikan dan petani hortikultura mampu memenuhi kebutughan lokal.
“Peran PT Niko dan Petani Kelapa di Halmahera Utara yang membeli buah kelapa dengan harga Rp 1.700–1.800 per butir telah meningkatkan pendapatan petani. Harga kopra melonjak dari Rp 7.500 menjadi Rp 14.000 per kilogram, sehingga mendorong petani lebih memilih menjual kelapa secara langsung daripada memproduksi kopra. Dengan perhitungan biaya dan pendapatan, petani kelapa mampu meraup pendapatan bersih hingga Rp 9 juta per ton, yang lebih menguntungkan, dibandingkan penjualan kopra” jelasnya.
Muhtar juga menjelaskan peran petani hortikultura di Halmahera Utara juga berhasil memenuhi kebutuhan pasar lokal, seperti komoditas tomat dengan konsumsi bulanan mencapai 6 ton. Namun, suplai dari luar daerah seperti Manado sering kali menekan harga tomat lokal hingga Rp 3.000 per kilogram, di bawah harga ideal Rp 6.000 per kilogram untuk keberlanjutan usaha tani.
“Meskipun industri tambang mendominasi ekonomi Maluku Utara, kontribusinya terhadap kesejahteraan petani dinilai masih kecil. Hilirisasi yang menjadi program andalan Presiden Joko Widodo telah mendorong pertumbuhan ekonomi Maluku Utara hingga 27% pada 2022, sekaligus menyematkan provinsi ini sebagai daerah dengan indeks kebahagiaan tinggi,” ungkapnya.
Namun, Dr. Mukhtar menyoroti bahwa asumsi pertumbuhan ekonomi setara dengan kesejahteraan masyarakat belum sepenuhnya benar. “Penumpukan angka kemiskinan di wilayah tambang seperti Halmahera Tengah, Halmahera Timur, dan Halmahera Selatan menunjukkan bahwa pertambangan justru memperlebar ketimpangan,” ujarnya.




Tinggalkan Balasan